I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Membahas
dan menghilangkan sifat-sifat tercela ini bagi mahasiswa maupun di kalangan
masyarakat umum sangatlah penting, karena dengan kita mengetahui sifat-sifat
ini kita dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal tersebut. Ini
termasuk usaha tahliyyah mengosongkan/membersihkan
diri dan jiwa lebih dahulu sebelum diisi dengan sifat-sifat terpuji. Sifat
tercela in adalah terjemahan dari pada bahasa arab “sifahul mazmumah”, artinya sifat-sifat yang tidak baik yang tidak
membawa seseorang manusia kepada pekerjaan-pekerjaan atau akibat-akibat yang
membinasakan.
Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al –
Qur’an. Hadits mempunyai fungsi sebagai penguat atas dalil – dalil yang
terdapat dalam Al – Qur’an dan atas ayat – ayat yang bersifat mujmal. Hadits
mempunyai peranan penting dalam berbagai aspek kahidupan manusia sebagai
pedoman dan petunjuk
hidup di samping
berpedoman pada Al – Qur’an.
Pada makalah ini akan dibahas tentang hadits yang
berkaitan dengan “Tingkah laku tercela, antara lain buruk sangka, ghibah, buhtan,
dan larangan berbuat boros”
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa-apa
yang termasuk dalam tingkah laku tercela?
2.
Bagaimana
hadits tentang tingkah laku tercela dan maksudnya?
3.
Apa
keutamaan mempelajari hadits tentang tingkah laku tercela?
C.
Tujuan
penulisan
1.
Mengetahui
setiap perbuatan yang termasuk dalam tingkah laku tercela.
2.
Memahami
hadis-hadis tentang tingkah laku tercela.
3.
Mengambil
manfaat dari mempelajari hadis tentang akhlak tercela.
II.
PEMBAHASAN
A.
Buruk
Sangka
حَدِيْثُ أَبِي هُرَيْرَةَ ر.ض : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص.م
قَالَ: إِيَّاكُمْ وَالظَّنِّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ. وَلاَ
تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَجَسَّسُوْا،
وَلاَ تَنَاجَشُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا،
وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا.
Artinya:
“Abu
Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW, bersabda, ”Berhati-hatilah kalian dari
buruk sangka sebab buruk sangka itu sedusta-dusta cerita (berita), jangan
menyelidiki, jangan memata-matai (mengamati) orang lain, jangan tawar-menawar
untuk menjerumuskan orang lain, jangan hasut-menghasut, jangan benci-membenci,
jangan belakang-membelakangi dan jadilah kalian sebagai hamba Allah itu
saudara.”
Dari hadis di atas dapat kita ambil suatu kesimpulan
yaitu:[1]
1.
Larangan
Buruk Sangka
Buruk sangka adalah menyangka seseorang berbuat kejelekan
atau menganggap jelek tanpa adanya sebab-sebab yang jelas yang memperkuat
sangkanya. Dan perbuatan itu dapat membuat pelakunya mendapat dosa dari Allah
SWT. Dan dapat membuat hati seseorang kotor dan itu sangat di sayangkan karena
pusat kegiatan seorang ada di hati, jika hati seseorang bersih dari noda dan
dosa maka seluruh anggota tubuhnya akan bersih pula. Namun jika hatinya kotor
maka tubuhnya akan ikut terkotori karena hati itu yang menyebarkan darah yang
mengalir dari jantung ke setiap sendi-sendi dalam tubuh manusia dan bayangkan
jika darah itu telah terkotori dengan dosa dan noda.”Akankah tubuh itu akan
bersih dan sehat jika dasar dari tubuh itu tidak tidak sehat yaitu Darah.
Buruk sangka itu termasuk perbuatan zalim karna kita
telah memberikan perasangka tidak baik pada sesuatu padahal sesuatu/seseorang
itu belum tentu buruk karna yang pantas mengadili sesuatu baik atau buruknya
hanya-lah Allah semata karna kita manusia sangat banyak kekurangan dalam segala
hal dan bagaimana kita mengatakan sesuatu itu buruk sedangkan kita sendiri
tidak tau apakah kita sudah termasuk orang yang terbebas dari dosa dan noda
serta keburukan dalam hati kita serta hidup kita dalam sehari-hari. Dan Allah
juga telah berfirman:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# cÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) . . .
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. (QS.
al-Hujarat: 12)
Apalagi kita berperasangka buruk pada masalah-masalah Aqidah yang harus di yakini apa adanya, buruk
sangka dalam hal ini adalah haram seperti yang telah Allah gambarkan dalam Aquran
surah al-Hujurat di atas bahwasanya
Allah sangat melarang hal demikian karena dapat menjerumuskan kita pada
perbuatan dosa dan perbuatan dosa itu akan di mintai pertanggung jawaban di
akhirat kelak oleh Allah dan sebaiknya kita berperasangka terhadap
masalah-masalah kehidupan agar memiliki semangat untuk menyelidikinya,dan
perkara seperti ini di bolehkan karena dapat membawa seseorang pada sesuatu
yang bermanfaat bagi hidupnya dan orang lain untuk sumber ilmu yang baru.
Sesungguhnya prasangka buruk terhadap seorang muslim
disertai fakta yang benar merupakan kendaraan melalui jalan yang kasar dan aib,
serta dapat menjadi wabah kemadlaratan bagi masyarakat Islam. Prasangka buruk
bukanlah suatu dosa bila hanya bisikan hati sesaat dalam jiwa manusia.
2.
Larangan
Menelidiki dan Memata-matai Orang Lain
Larangan memata-matai disini adalah menyeliki atau
memata-matai kekurangan seseorang atau aib orang lain, baik dengan pendengaran
ataupun sengaja menyelikinya,terutama hal-hal yang tersembunyi yang tidak
pantas di ketahui, selain dirinya dan Allah SWT. Cukuplah mengetahui seseorang
dari zahir nya saja dan kita tidak usah mencari-cari suatu keburukanya atau
sesuatu yang tak tampak darinya biarlah Allah dan orang yang bersangkutan saja
yang mengetahui karena kita tidak pantas untuk mengetahuinya dan tidak ada
manfaatnya bagi kita. Namun demikian di bolehkan memata-matai seseorang untuk
kemaslahatan mayarakat. Misalnya seorang polisi yang sedang bertugas
menyelidiki sesuatu untuk mengungkapkan kasus pembunuhan ataupun pencurian.[2]
3.
Larangan
Menawar untuk Menjerumuskan orang lain
Larangan menawar disini Adalah terjadi dalam teransaksi jual beli yaitu
menawarkan suatu barang kepada seseorang dengan nilai tinggi sedangkan barang
yang di tawarkan itu tidak bagus akan tetapi dengan tipu dayanya orang lain
merasa tertarik sehingga mau membeli barang tersebut. Akibatnya orang yang beli
barang tersebut merugi karena telah tertipu membeli barang yang tidak bagus
dengan harga yang mahal.
4.
Larangan
hasud
Hasud adalah al-munafasah
“bersaing”. Perbuatan hasud ini tidak terjadi kecuali karena suatu nikmat yang
diberikan Allah kepada seseorang, barang siapa yang membenci nikmat dan
menginginkan hilangnya nikmat dari saudaranya Muslim maka orang itu termasuk
orang yang hasud. Oleh karena itu definisi hasud adalah membenci nikmat yang
diberikan Allah kepada orang lain dan menginginkan hilangnya nikmat itu,
sekalipun dengan cara memberi kuasa kepada orang lain untuk menghilangkan
nikmat itu.
Arti
hasud secara umum adalah iri hati, yakni
menginginkan agar kemuliaan dan kesenangan yang sedang dimiliki oleh orang lain
lenyap, baik berupa harta maupun dan lainya. Perbuatan seperti itu sangat
tercela dan bertentangan dengan prinsip-prinsip islam yang menekankan rasa
persaudaraan antara sesama mukmin sehingga harus saling menolong dan saling
menjaga.
5.
Larangan
Benci-membenci
Maksudnya adalah menjauhi orang lain disebabkan
kebencian. Perbuatan ini sangatlah dilarang agama kita dalam islam karena
perbuatan tersebut dapat membeda-bedakan antara satu dengan yang lainya
sedangkan yang pantas membedakan tingkatan seseorang hanyalah ketaqwaan
seseorang karena Allah tidak memandang materi dari seseorang akan tetapi hanya
ketaatannya pada perintah Allah SWT tersebut.
6.
Larangan
Belakang-Membelakangi
Maksudnya adalah memutuskan tali persaudaraan dan
menghindar dari orang lain bukanlah perbuatan terpuji dan tidak dibenarkan
dalam ajaran Islam apalagi kalau melebihi tiga hari, perbuatan ini dapat
memutuskan tali persaudaraan dalam suatu komunitas dan kita hanya dibolehkan
membelakangi ataupun membenci seseorang karena seseorang tersebut berbuat kezaliman
karena sesuai dengan yang dipesankan Rasul kita atau Muhammad SAW: “Bahwasanya Jika kita melihat suatu
kemungkaran maka kita mencegahnya dengan tangan dan jika kita tidak mampu
dengan tangan maka dengan perkataan dan jika itu juga tidak mampu maka kita
meski membeci dengan hati dan itu adalah selemah-lemah Iman kata Beliau”.
7.
Perintah
Merekatkan Persaudaraan
Dalam hadis di atas Rasulullah juga memerintahkan umatnya
untuk senantiasa selalu menyambungkan tali silaturahmi dan ikatan persaudaraan
dengan seerat-eratnya karena setiap orang muslim adalah saudara seperti Firman
Allah SWT:
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷uqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ
Artinya:
orang-orang beriman itu
Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. al-Hujurat: 10).
a.
Dampak
Negatif dari Sifat Buruk Sangka[3]
Diantara kerugian sifat buruk sangka yaitu :
Ø
Mendapatkan
ancaman dan siksaan di neraka Jahannam,
laknat dan murka Allah
Ø
Mendapatkan
kecelakaan dari allah di dunia dan di akhirat
Ø
Merasakan
kesempitan, ketidaktenangan dalam kehidupan, karena senantiasa tidak puas
dengan takdir Allah.
Ø
dijauhi
oleh orang lain karena akibat perbuatannya sendiri
Ø
Timbunya
permusuhan dan kebencian di antara sesama manusia.
Ø
Terkadang
akan menyeret kepada hal yang lebih buruk lagi yakni ghibah, namimah, dusta
untuk tujuan menjatuhkan atau merugikan pihak lain.
Ø
Merupakan
indikasi rusaknya niat dan buruknya kondisi batin.
Ø
Merupakan
salah satu perangai orang munafiq.
Ø
Merupakan
penyebab jatuh dalam akibat yang buruk dan membuka perbuatan keji.
Ø
Mewariskan
kehinaan dan kerendahan di hadapan Allah swt dan di hadapan manusia.
Ø
Salah
satu petunjuk akan lemahnya iman.
b.
Cara
Menghindari Sifat Buruk Sangka
Berbagai cara dalam menghindari sifat buruk sangka diantaranya adalah :
Ø
Selalu
waspada dan hati-hati dalam setiap tindakan dan ucapan agar tidak timbul suatu
masalah
Ø
Menumbuhkan
rasa persamaan dan kasih sayang sesama manusia
Ø
Mengamalkan
ajaran agama dan mendekatkan diri kepada Allah swt
Ø
Membiasakan
diri bersyukur kepada Allah swt dan merasa cukup atas segala pemberian Allah.
Ø
Menjauhi
seluruh penyebabnya, seperti mengikuti hawa nafsu, persaingan duniawi yang
tidak bersih dan lain-lain
Ø
Berhati-hati
dalam berbicara, bertindak dan dalam menerima kebenaran informasi.
B.
Ghibah
dan Buhthan
Ghibah adalah
menceritakan sesama muslim dengan apa-apa yang tidak ia suka untuk di ceritakan
kepada orang lain.[4]
وعن ابى هريرة رضي الله عنه انّ
رسول الله صلىالله عليه وسلم قال اَتَدْرُوْنَ مَالْغِيْبَةُ؟ قالوا: اللهُ
وَرَسُوْلُهُ اعلمُ : قال ذِكْرُ كَ اَخَاكَ بِمَايَكْرَهُ قَالَ اَفَرَاَيْتَ
اِنَ كَانَ فِىاَخِى مَااَقُوْلُ، قَالَ : اِنْ كَانَ فِيْهِ مَاتَقُوْلُ
فَقَدِاغْتَبْتَهُ، وَاِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَاتَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ. {رواه مسلم}
Artinya:
Dari
Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bertanya : “Tahukah kamu sekalian,
apakah menggunjing itu? Para sahabat berkata: Allah dan Rasulnya lebih
mengetahui, beliau bersabda : “Yaitu bila kamu menceritakan keadaan saudaramu
yang ia tidak menyenanginya. Ada seorang sahabat bertanya : bagaimana seandainya
saya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudaramu itu maka berarti
kamu telah menggunjingnya tidak terjadi pada saudaramu, maka kamu benar-benar
membohongkannya” (Riwayat
Muslim).
Dari hadis di atas dapat kita ambil hikmah bahwasanya
kita dilarang menceritakan kejelekan saudara kita walaupun dibelakangnya,
sekalipun sesuatu itu benar-benar terjadi, sedangkan ia tidak menyukai jika ia
mendengar apa yang kita katakan kepada saudara kita yang lain dan dapat juga
mencemarkan marwah saudara kita dalam bermasyarakat.
Apabila kita mendengar seseorang yang melakukan ghibah atau membicarakan hal-hal yang
kotor lainya tentang seseorang maka kita hendaklah menghindar karena kita dapat
resiko yaitu mendapat dosa dari Allah karena kita membiarkan suatu kemungkaran
dan tanpa mencegahnya bahkan kita ikut bergabung dalam perbuatan mungkar tersebut.
Seperti Firman Allah SWT:
#sÎ)ur (#qãèÏJy uqøó¯=9$# (#qàÊtôãr& çm÷Ztã (#qä9$s%ur !$uZs9 $oYè=»uHùår& öNä3s9ur ö/ä3è=»uHùår& íN»n=y öNä3øn=tæ w ÓÈötFö;tR tûüÎ=Îg»pgø:$# ÇÎÎÈ
Artinya:
Dan apabila mereka mendengar
Perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka
berkata: "Bagi Kami amal-amal Kami dan bagimu amal-amalmu, Kesejahteraan
atas dirimu, Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil". (QS. al-Qashshash:
55).
Sebenarnya tidak semua Ghibah itu dilarang akan tetapi ada beberapa ghibah yang dibolehkan karena yang bertujuan untuk kemaslahatan
atau terpaksa mengutarakanya antara lain sebagai berikut:[5]
1)
Mengadukan
orang yang menganiaya kepada wali hakim
2)
Meminta
orang yang dianggap sanggup menasehatinya supaya menasehati orang yang berbuat
mungkar tersebut
3)
Menasehati
agar orang lain tidak tertipu dengan orang jahat itu
4)
Terhadap
orang yang terang-terangan melakukan kejahatan
5)
Mengenal
orang dengan suatu gelar seperti Al-Amsyi, Al-Ama, Al-Ashom, Al-Ahwal”
Adapun cara taubat bagi orang yang melakukan Buhtan, yakni sebagai berikut:
1)
Menarik
kembali kabar bohong yang dia sampaikan dahulu.
2)
Meminta
maaf atau meminta untuk di halalkan kepada yang di fitnah
3)
Meminta
ampun pada Allah atas perbuatanya (melakukan buhtan)
a. Dampak Negatif dari Sifat Ghibah dan Buhtan
Kerugian
sifat ghibah dan buhtan antara lain :
Ø
Mendapatkan
ancaman dan murka Allah
Ø
Mendapatkan
laknat dari Allah baik di dunia maupun
di akhirat
Ø
Akan
melahirkan permusuhan dan kebencian di antara manusia.
Ø
Mewariskan
kehinaan dan kerendahan di hadapan Allah swt dan di hadapan manusia.
Ø
Menjadikan
orang lain tidak percaya
Ø
Dapat
mengakibatkan berbagai macam tindakan kriminal yang dilatar belakangi oleh
dendam
Ø
Retaknya
ukhuwah islamiyah diantara sesama muslim
Ø
Kebencian
terselubung yang dikhawatirkan akan bertambah menjadi bentuk bermusuhan yang nyata
Ø
Sifat
hasad ( dengki ) yang menggerogoti hati seseorang sehingga ingin merenut
kedudukan saudaranya dalam pandangan manusia
Ø
Adanya
sifat fasad dan gairah dalam melakukan dosa dan kernunkaran.
b. Cara Menghindari
Sifat Ghibah dan Buhtan
Berbagai cara yang dapat dilakukan seseorang untuk
menghindari ghibah dan buhtan antara lain:[6]
Ø
Jangan
mudah percaya terhadap berita yang kita dengar sebelum diteliti terlebih dahulu
kebenarannya sehingga tidak menyesal bila berita itu membawa akibat buruk.
Ø
Kita
tinggalkan berita yang kita dengar bila tidak berkepentingan.
Ø
Memperbanyak
meneliti keburukan diri sediri.
Ø
Membiasakan
lidah berdzikir dan menanamkan pengertian bahwa menggunjing itu adalah dosa
karena itu sangat dilarang oleh agama Islam.
Ø
Meningkatkan
ketaqwaan dengan mendekatkan diri kapada Allah, misalnya sering bertilawah dan
berzikir agar hati menjadi lunak dan jiwa menjadi tenang.
Ø
Berfikir
sebelum memulai pembicaraan, agar yang keluar dari mulut adalah perkataan yang
baik-baik saja, dan mengingat bahwa semua yang kita bicarakan dan kerjakan akan
dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid.
Ø
Tabayun
sebelum menyampaikan berita, supaya ukhuwah
tetap terjaga dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Ø
Mengingatkan
orang lain ketika ia menceritakan saudaranya, agar ia tidak terjatuh kedalam
lembah yang bernama ghibah.
C.
Larangan
Berbuat Boros (Konsumtif)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ ر.ض. قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
ص.م.: إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثاً وَيُكْرِهُ لَكُمْ ثَلاَثاً،
فَيَرْضَى لَكُمْ اَنْ تَعْبُدُوْهُ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئاً،
وَاَنْ تَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعاً وَلاَ تَفَرَّقُوْا، وَيُكْرِهُ
لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَةُ السُّؤَالِ وَاِضَاعَةُ الْمَالِ.( رواه مسلم)
Artinya:
Dari
Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah itu
ridha untukmu semua akan tiga perkara dan benci untukmu semua akan tiga perkara
pula. Allah ridha untukmu semua jikalau engkau semua menyembah-Nya dan tidak
menyekutukan sesuatu dengan-Nya dan jikalu engkau semua berpegang teguh dengan
agama Allah dengan bersama – sama penuh rasa persatuan – dan engkau semua tidak
bercerai – berai. Allah benci untukmu semua akan qif dan qal dikatakan dari
sini mengatakan kesana yakni uraian yang tidak ada kepastian benarnya juga
banyaknya pertannyaan serta menyia–nyiakan harta” (HR. Muslim)
a.
Kandungan
Hadits
Hadits ini
mengandung enam hal yakni, tiga hal yang disukai oleh Allah dan tiga hal yang
dibenci Allah, yaitu :
1)
Allah
menyukai apabila hamba-Nya menyembah kepada-Nya dan tidak menyekutukan Nya
dengan suatu apapun
2)
Allah
menyukai apabila hamba-Nya berpegang teguh dengan ikatan Allah
3)
Allah
menyukai apabila hamba-Nya tidak bercerai – berai
4)
Allah
membenci hamba-Nya yang banyak bertanya sesuatu yang tidak berguna
5)
Allah
membenci hambanya yang memboroskan harta
Islam menghendaki agar umatnya mempunyai sifat hemat dan
sederhana tetapi tidak jatuh pada derajat kikir yang tidak mau mengeluarkan
hartanya untuk kepentingan dirinya maupun orang lain. Begitu juga sifat pemurah
juga tidak boleh berlebihan sehingga menelantarkan dirinya dan keluarganya.
Pengeluaran uang terhadap hal-hal yang tidak perlu dinamakan pemborosan
sehingga dapat merugikan dirinya dan keluarganya. Memang benar kalau ada yang
mengatakan bahwa sifat manusia adalah ingin selalu memiliki walaupun belum
tentu apakah ia membutuhkannya. Perbuatan boros sebenarnya tidak hanya
dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kelebihan uang, akan tetapi juga
terjadi pada mereka yang hidupnya pas-pasan bahkan, tidak sedikit dari mereka
yang memboroskan uangnya untuk hal-hal yang diharamkan oleh agama seperti
membeli obat-obatan terlarang dan minuman keras atau yang lainnya yang jauh
dari tuntunan agama Islam, alangkah baiknya apabila uang itu diberikan kepada
fakir miskin yang betul-betul membutuhkan.
Boros/royal
terhadap benda yaitu penggunaan harta benda secara berlebihan tanpa ada
manfaatnya, baik
untuk kepentingan duniawi maupun kepentingan ukhrawi, sehingga kemanfaatan
harta itu menjadi sia-sia dan tidak memberikan manfaat, misalnya membuang harta
ke dalam lautan/membakarnya ke dalam api, tidak memetik buah-buahan yang telah
masak di pohon sehingga ia menjadi busuk/rusak dan tidak bisa diambil
kemanfaatannya.[7]
b.
Dampak Negatif dari Sifat Boros
Ø
Uang yang dimiliki cepat habis karena
biaya hidup yang tinggi
Ø
Menjadi budak hobi (nafsu) yang bisa
menghalalkan uang haram
Ø
Malas membantu yang membutuhkan &
beramal shaleh
Ø
Selalu sibuk mencari harta untuk
memenuhi kebutuhan
Ø
Menimbulkan sifat kikir, iri, dengki,
suka pamer, dsb
Ø
Anggota keluarga terbiasa hidup mewah
tidak mau jadi orang sederhana
Ø
Akan ditempatkan ke dalam neraka
Ø
Lebih mementingkan urusan harta
daripada urusan muamalah
Ø
Sumber daya alam yang ada menjadi habis
Ø
Tidak punya tabungan untuk saat krisis
Ø
Termasuk ke dalam golongan orang –
orang yang kufur terhadap nikmat allah
Ø
Mendapatkan ancaman dan siksaan dari
Allah swt
c.
Cara Menghindari Sifat Boros
Cara yang dapat dilakukan untuk
menghindari sifat boros, antara lain :
Ø
Membelanjakan uang sesuai dengan
kebutuhan
Ø
Memperbanyak bersedekah dan membantu
orang yang tidak mampu seperti fakir miskin
Ø
Meningkatkan ketaqwaan dengan
memperbanyak dzikir serta membaca Al – Qur’an dan Hadits sehingga dapat
mengetahui bahwa dalam Al – Qur’an dan Hadits sifat berburuk sangka sangat
diharamkan dalam islam.
Ø
Membiasakan diri hidup sederhana
sehingga merasa tentram hati dan jiwanya
Ø
Lebih mendekatkan diri kepada Allah swt
serta memperbanyak iktikaf
Ø
Selalu melihat kondisi ekonomi orang
lain sehingga dapat menimbulkan sikap hati – hati dalam mebelajakan uang agar
tidak terjerumus ke dalam lembah kesengsaraan
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari berbagai hadits yang telah kami kemukakan, maka kami
dapat menyimpulkan bahwasannya ajaran Islam
mengajarkan kepada kita untuk tidak berburuk sangka dan menggunjing,
memfitnah orang lain serta larangan berbuat boros. Hendaklah kita berprasangka
yang baik terhadap orang lain dan pergunakanlah harta yang kita miliki dengan
sebaik–baiknya agar kita dapat hidup dengan tentram dan mendapat ridha dari
Allah swt sejak di dunia sampai kelak di akhirat.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis banyak berharap
kepada para pembaca yang budiman berkenan kiranya memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis. Hal itu akan menjadikan pertimbangan dalam
perbaikan makalah in di kesempatan–kesempatan berikutnya. Terima kasih.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Asmaran, Pengantar Study Akhlaq, Jakarta:
Rajawali Pers, 1992.
Ayyub,
Hasan, Etika Islam, Bandung: Trigenda Karya, 1994.
Imam Ghazali., Bahaya Lidah, Jakarta: Bumi Aksara, 1990
Mas’ari, Anwar,
Akhlaq al-Qur’an, Surabaya: Bina
Ilmu, 1990
Syafe’i, Rachmat,
Al-hadis, Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum, Bandung:
Pustaka Setia, 200.
[1] Rachmat Syafe’i, Al-hadis, Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 200), hal. 181-182