I.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an memandang harta
sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Khaliq-Nya, bukan
tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Dengan keberadaan harta, manusia
diharapkan memiliki sikap derma yang memperkokoh sifat kemanusiannya. Jika
sikap derma ini berkembang, maka akan mengantarkan manusia kepada derajat yang
mulia, baik di sisi Tuhan maupun terhadap sesama manusia.
Al-Qur’an menyebut kata al-mal
(harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan berulang-ulang terhadap sesuatu
di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dan penting terhadap
sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak
dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya terutama di
dalam Islam.
Islam memandang keinginan
manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai sesuatu yang
lazim, dan urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk
memenuhi hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. Manusia
berusaha sesuai dengan naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta.
Oleh kerena itu, dalam makalah
ini kami akan mencoba membahas tentang kedudukan dan fungsi harta.
II.
PEMBAHASAN
A.
Surah
Al-Maidah ayat: 38
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtÏ÷r& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îÍtã ÒOÅ3ym ÇÌÑÈ
Artinya: laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat di atas menjelaskan bahwa pencuri laki-laki maupun perempuan hendaklah
dihukum dengan memotong tangannya, sebagai balasan kejahatan yangdibuatnya,
yaitu dipotong telapak tangannya, bila ia mencuri seharga ¼ dinar (1 gram emas)
atau lebih, dengan adasaksi 2 orang laki-laki yang adil atau dengan mengakuinya
sendiri[1]
Orang yang mencuri itu dapat dibebaskan dari hukuman dengan mendapat maaf
sebelum diadukan kepada hakim kata setengah ulama, meskipun sesudah diadukan.
tetapi hanya bebas dari hukuman potong tangan dan tiada bebas dari hak (barang)
yang dicurinya. sebab itu wajib digantinya dengan membayarnya kepada yang
mempunyainya.
Uman
bin Khatab melarang memotong tangan pencuri waktu zaman kelaparan (paceklik)
kerana mengingat kemaslahatan.
B.
Tafsiran ayat
- pencuri laki-laki dan pencuri
perempuan (äèps%Í$¡¡9$#ur-Í$¡¡9$#ur) yang diterangkan Allah dalam ayat ini
adalah berbeda dengan pernyataan pada hukum-hukum yang lalu. kalau biasanya
dalam menyebutkan sesuatu hukum Allah SWT mengemukakan tujuan perkataan (khithab) kepada laki-laki saja karena
dalam khithab kepada laki-laki itu
telah termasuk juga perempuan.[2]
dengan memperhatikan kedua ayat ini ternyata, pencurian itu terbagi dua yaitu,
pencurian besar dan pencurian kecil. jika pencurian besar telah diterangkan
hukumannya yaitu hukuman mati, di salib, dipotong kaki-tangan atau di asingkan,
maka hukuman pencurian kecil itu terbagi dua yaitu, hukuman hadd dan hukuman ta’zir.
-
Potonglah tangan keduanya ($yJßgtÏ÷r& #þqãèsÜø%$$sù)
Dalam ayat tersebut tidak dijelaskan sampai dimana bagian
tangan yang dipotong, tetapi dengan memperhatikan ayat wudhu’ yang artinya “tangan mu sampai kesiku” maka dapatlah
dipahamkan bahawa siku itu tidak termasuk tangan. Dalam masalah ini Jumhur
Ulama telah sepakat bahwa tangan pencuri yang dipotong adalah hanya bagian
pergelangannya saja dan bukan seluruh tangannya. Mereka dalam banyak kitab menuliskan
bahwa batas yang dipotong adalah sebatas : (كوع / رِسغ
/ مفصل الزند).
Kesemuanya berarti adalah pergelangan tangan.
C.
Penjelasan Topik
Dalam memberikan definisi tentang
pencurian kecil berbeda pula pendapat para ulama, yaitu:[3]
a.
Mengambil harta orang lain dengan
sembunyi, yaitu harta yang cukup terpelihara menurut kebiasaannya, dengan
beberapa syarat.
b.
Mengambil harta orang lain dengan
sembunyi dengan jalan menganiaya, dengan beberapa syarat.
c.
Mengambil harta orang lain dengan
sembunyi, bukan harta yang diamanatkan kepadanya.
d.
dan adapula keterangan-keterangan fuqaha
yang hampir sama maksudnya dengan ini, tetapi disesuaikan dengan tujuan kaidah
dari masing-masing mazhab.
Dengan memperhatikan defenisi pencurian kecil ini adalah,
mengambil barang orang lain dengan jalan sembunyi dan pengambilan itu tidak
dengan jalan syubhat, sedang harta yang dicurinya itu cukup terpelihara dengan
baik menurut kebiasaan, maka hukuman terhadap si pencuri itu terbagi dua yaitu,
hukuman hadd, yakni potong tangan dan hukuman takzir, yaitu hukuman penjara,
dera dan sebagainya menurut keputusan hakim.
Adapun harta yang dicuri ada pula syarat-syaratnya yaitu,:
a.
Mencapai nishab
Nishab adalah nilai harga minimal yang bila terpenuhi,
maka pencurian itu mewajibkan dilaksanakannya potong tangan. Seandainya barang
yang dicuri itu nilainya kecil dan masih di bawah harga nisahb itu, maka tidak
termasuk hal itu.
Namun para ulama tidak secara tepat menyepakati besarnya
nishab itu: Jumhur ulama diantaranya Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyah dan
Al-Hanabilah sepakat bahwa nishab pencurian itu adalah ¼ dinar emas atau 3
dirham perak. Nilai ini setara dengan harga 4,45 gram emas murni. Jadi bila
harga emas murni 24 per gramnya Rp. 100.000,-, maka satu nisab itu adalah Rp.
100.000,- x 4,45 gram = Rp. 445.000,-.
Bila benda yang dicuri oleh seseorang harganya setara
atau lebih dari Rp. 445.000,-, dia sudah bisa dipotong tangannya.
Sedangkan Al-Hanafiyah menetapkan bahwa nishab pencurian
itu adalah 1 dinar atau 10 dirham atau yang senilai dengan keduanya.
Bila kita cermati latar belakang perbedaan itu sebenarnya
hanyalah berkisar pada penetapan harga mijan. Dimana jumhur ulama sepakat bahwa
harganya saat itu ¼ dinar. Sedangkan Al-Hanafiyah menganggap harganya saat itu
1 dinar.
b.
Barang yang Dicuri Berada Dalam
Penjagaan
Yang dimaksud penjagaan adalah bahwa harta yang dicuri
itu diletakkan di tempat penyimpanannya oleh pemiliknya. Dalam hal ini bisa
dibagi menjadi dua kategori, yaitu yang tempat yang sengaja dibuat untuk
menempatkan suatu barang dan juga yang secara hukum bisa dianggap sebagai
penjagaan.
Yang pertama, tempat penyimpanan itu bisa di dalam rumah, pagar, kotak, laci, atau
lemari. Sebagai contoh bila seseorang meletakkan barangnya di dalam rumahnya,
maka rumah itu menjadi media penyimpanan meski pintunya terbuka. Karena
seseorang tidak boleh memasuki rumah orang lain tanpa izin meski pintunya
terbuka.
Yang kedua, memang bukan media penyimpanan khusus namun termasuk area umum dimana
seseorang berada disitu dan orang lain tidak boleh menguasainya kecuali atas
izinnya. Contohnya adalah seseorang yang duduk di masjid dan meletakkan tasnya
di sampingnya saat tidur. Ini termasuk dalam penjagaan.
Pencopet termasuk yang wajib dipotong tangannya karena
mengambil dari saku orang lain. Sedangkan saku seseorang termasuk kategori
penjagaan.
Sedangkan hukum Nabbasy (pencuri kian kafan mayat dalam
kubur) menurut Imam Abu Hanifah tidak termasuk yang wajib dipotong tangannya
karena kuburan tidak termasuk meida penjagaan harta. Sedangkan menurut
Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyah, Al-Hanabilah dan Abu Yusuf tetap harus dipotong
karena kuburan termasuk media penjagaan.
c.
Barang yang awet dan bisa disimpan
(tidak lekas rusak)
Imam Abu Hanifah dan Muhammad mengatakan bila barang yang
dicuri mudah rusak seperti buah-buahan, susu murni atau makanan basah. Karena
bisa saja seseorang mengambilnya dengan niat menyelamat-kannya dan siap untuk
menggantinya.
d.
Barang yang dicuri yang bisa diambil
oleh siapapun
Menurut Al-Hanafiyah, bila suatu benda ada dimana-mana
dan tidak dimiliki secara khusus oleh orang, maka tidak bisa dikatakan
pencurian bila diambil oleh seseorang. Seperti burung liar, kayu, kayu bakar,
bambu, rumput, ikan, tanah dan lain-lain. Mengingat benda-benda seperti itu
terhampar dimana-mana dan tidak merupakan hak perorangan. Bila ada seseorang
mengambil kayu yang jatuh dari ranting pohon yang sudah tua di dalam sebuah
hutan, tentu tidak dianggap pencurian.
Namun akan berbeda halnya bila kayu yang diambilnya
adalah gelondongan kayu jati sebanyak 1 juta meter kubik. Karena ini bernilai
tinggi dan tentu dilindungi oleh negara. Namun hukum dasarnya memang halal
karena benda itu tidak dimiliki oleh perorangan. Tetapi ketika terjadi
ekploitasi besar-besaran dan mengganggu ekosistem serta keseimbangannya, maka
tentu dibuat aturan yang bijak.
Dimasa sekarang ini hampir sulit menemukan benda seperti
yang dimaksud oleh Al-Hanafiyah. Karena semuanya sekarang punya nilai jual
tersendiri. Karena itu nampak pendapat jumhur dalam hal ini lebih kuat karena
memang tidak membedakan apakah harta itu tersedia dimana-mana tanpa pemilik
atau tidak. Karena semua memiliki nilai jual dan pada dasarnya harus digunakan
demi kepentingan rakyat secara umum yang dikoordinir oleh negara. Ini menurut
ukuran idealnya, karena negaralah yang seharusnya memanfaatkan semua kekayaan
alam dan demi kentingan merata rakyat banyak.
Adapun yang dilakukan oknum pemerintahan bekerjasa sama
dengan perusahaan yang mengeksploitasi kekayaan alam, tidak lebih dari penjahat
yang memakan harta rakyat secara zalim.
e.
Dalam harta yang dicuri tidak ada bagian
hak pencuri
Bila seorang mencuri harta dari seorang yang berhutang
kepadanya dan tidak dibayar-bayar, maka ini tidak termasuk pencurian yang
mewajibkan potong tangan. Begitu juga bila seseorang mencuri harta atasannya
yang pelit dan tidak membayar gaji bawahannya sesuai dengan haknya. Atau
seorang yang mencuri harta orang kaya yang zalim dan memakan uang rakyat yang
lemah. Termasuk juga bila seseorang mengambil harta dari seorang maling atau
perampok.
Bahkan para ulama juga menuliskan bahwa mencuri alat-alat
yang haram hukumnya seperti alat musik gendang, gitar, seruling atau kayu
salib, catur, dadu dan sejenisnya termasuk di luar kategori pencurian yang
dimaksud. Karena secara umum, barang-barang itu tidak boleh dimiliki oleh
seorang muslim. Sehingga itu mencurinya pun bukan termasuk mencuri harta
seseorang.
Seorang
yang mencuri harta dari baitul mal pun tidak termasuk kategori pencurian yang
dimaksud. Karena baitul mal adalah harta bersama dimana di dalamnya ada juga
hak si pencuri sebagai rakyat meski kecil bagiannya. Namun bila si pencuri itu
termasuk orang kaya atau non muslim, maka termasuk pencurian dan wajib dipotong
tangannya. Karena orang kaya dan non muslim, keduanya buka ntermasuk orang yang
berhak mendapatkan harta dari baitul mal.
Semua kasus di atas tidak mewajibkan potong tangan karena pada dasarnya
potong tangan itu merupakan ibadah mahdhah dan merupakan hukuman yang berisifat
lengkap. Sedangkan kasus-kasus di atas tidak sepenuhnya bermakna pencurian,
tapi ada syubhat karena di dalam harta itu sebagian ada yang menjadi haknya.
f.
Tidak ada izin untuk menggunakannya
Seseorang
yang mengambil harta yang bukan miliknya namun dia sendiri memiliki wewenang
untuk masuk ke tempat penyimpanannya, maka ketika dia mengambilnya tidak
termasuk pencurian yang dimaksud. Karena unsur mengambil dari penjagaannya
tidak berlaku. Hal itu disebabkan si pencuri adalah orang yang punya izin dan
hak untuk ke luar masuk ke dalam tempat penjagaan.
Contoh kasusnya bila seorang suami mengambil uang istrinya yang disimpan di
dalam rumah. Suami adalah penghuni rumah dan punya akses masuk ke dalam rumah
itu. Bila dia mengambil harta yang ada dalam rumah itu, maka bukan termasuk
pencurian yang mewajibkan potong tangan.
Hal yang sama berlaku bagi sesama penghuni rumah seperti pembantu dan
siapapun yang memang menjadi penghuni rumah itu secara bersama. Termasuk tamu
yang memang diizinkan tinggal di dalam rumah.
g.
Barang itu sengaja dicuri
Bila
seseorang mencuri suatu benda namun setelah itu di dapatinya pada benda itu
barang lainnya yang berharga, maka dia tidak bisa dihuum karena adanya barang
lain itu.
Contoh : bila seseorang berniat mencuri kucing tapi ternyata kucing itu
berkalungkan emas atau berlian yang harganya mahal, maka dia tidak bisa
dikatakan mencuri emas atau berlian itu atau mencuri anak kecil lalu ternyata
anak kecil itu memakai giwang emas.
Namun yang jadi masalah, bagaimana hakim bisa membedakan motivasi pencuri
dalam mengambil barang.